PERATURAN MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 199/PMK.03/2007
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 199/PMK.03/2007
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan Ketentuan Pasal 31 ayat (1)
Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK
BAB I
UMUM
Pasal 1
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
- Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
- Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
- Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
- Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak.
- Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disc, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
- Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakansebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau sumber penghasilan Wajib Pajak yang diperiksa.
- Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
- Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
- Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang bertugas untuk membahas perbedaan antara pendapat Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak pada saat dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
- Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
- Penghasilan Kena Pajak Tidak Dapat Dihitung adalah Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan Kena Pajak dengan prosedur sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan.
- Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
- Pemeriksaan ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk jenis pajak dan masa/tahun pajak yang telah diperiksa pada Pemeriksaan sebelumnya.
- Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah jangka waktu yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak untuk melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak yang dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal penandatanganan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
- Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
- Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB II
TUJUAN PEMERIKSAAN
Pasal 2
TUJUAN PEMERIKSAAN
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
BAB III
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup, Kriteria dan Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 3
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup, Kriteria dan Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 3
(1) | Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. |
(2) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak harus dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(3) | Pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak.
|
Pasal 4
(1) | Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) huruf a, dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan. |
(3) | Dalam hal tertentu, Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Apabila dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan tranfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. |
Pasal 5
(1) | Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
Bagian
Kedua
Standar Pemeriksaan
Pasal 6
Standar Pemeriksaan
Pasal 6
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan. |
Pasal 7
(1) | Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya. |
(2) | Pemeriksaan
dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang :
|
(3) | Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 8
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan,
yaitu :
- pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
- luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan;
- temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
- Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim seorang atau lebih anggota tim;
- Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti peterjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
- Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
- Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau ditempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa Pajak;
- Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
- pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan;
- Laporan Hasil Pemeriksaan digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak.
Pasal 9
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. | Kertas
Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi
sebagai :
|
||||||||||
b. | Kertas
Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai :
|
Pasal 10
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang
disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan yaitu :
a. | Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||||||
b. | Laporan
Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan antara lain mengenai :
|
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pasal 11
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pasal 11
(1) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,
Pemeriksaan
Pajak wajib :
|
(2) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa
Pajak wajib :
|
Pasal 12
(1) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,
Pemeriksa
Pajak berwenang :
|
||||||
(2) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa
Pajak berwenang :
|
Bagian
Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 13
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 13
(1) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib
Pajak
berhak :
|
(2) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib
Pajak
berhak :
|
Pasal 14
(1) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib
Pajak
wajib :
|
||||||
(2) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib
Pajak wajib
:
|
Bagian
Kelima
Peminjaman Dokumen
Pasal 15
Peminjaman Dokumen
Pasal 15
(1) | Dalam
hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lapangan :
|
(2) | Dalam
hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Kantor :
|
(3) | Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c atau ayat (2) huruf d belum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali. |
Pasal 16
(1) | Setiap penyerahan buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat bukti peminjaman. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. |
(3) | Dalam hal jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c atau ayat (2) huruf d terlampaui dan surat permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b atau ayat (2) huruf c tidak dipenuhi sebagian atau seluruhnya, Pemeriksa Pajak harus membuat berita acara mengenai hal tersebut. |
(4) | Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain perlu dilindungi kerahasiannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. |
Pasal 17
(1) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) sehingga besarnya penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung, Pemeriksa Pajak dapat menghitung penghasilan kena pajak secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruh permintaan peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) sehingga besarnya penghasilan kena pajak tidak dapat dihitung, Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian
Keenam
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 18
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 18
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan, Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(3) | Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak. |
(4) | Apabila
pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak tidak ada
ditempat, maka :
|
(5) | Surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, atau berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, dapat dijadikan dasar untuk penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
Bagian Ketujuh
Penyegelan
Pasal 19
Penyegelan
Pasal 19
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan dalam hal Wajib Pajak :
- tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
- tidak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberikan kesempatan untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik dan/atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak.
Bagian
Kedelapan
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
Pasal 20
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
Pasal 20
(1) | Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak. |
(2) | Penjelasan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam berita acara pemberian keterangan Wajib Pajak. |
Pasal 21
(1) | Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis. |
(2) | Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan atau bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I. |
(4) | Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II. |
(5) | Apabila Surat Peringatan II tidak juga dipenuhi oleh pihak ketiga, Pemeriksa Pajak segera membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan keterangan atau bukti dari pihak ketiga. |
Bagian
Kesembilan
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pasal 22
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pasal 22
(1) | Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir. |
(2) | Pemberitahuan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Pemeriksaan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya disampaikan oleh Pemeriksa Pajak melalui kurir, faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya. |
(4) | Wajib
Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan berhak hadir dalam
Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan paling lama :
|
Pasal 23
(1) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang persetujuan atas seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan AKhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan dan hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk melakukan pembahasan akhir dengan Wajib Pajak dan hasil pembahasannya dituangkan dalam risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(4) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan yang berisi tentang ketidaksetujuan atas sebagian atau seluruh hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak menggunakan surat tanggapan tersebut sebagai dasar untuk membuat risalah pembahasan dan berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(5) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Wajib Pajak tidak menyampaikan surat tanggapan hasil Pemeriksaan dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
(6) | Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Pemeriksa Pajak telah membuat dan menandatangani berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan. |
(7) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(8) | Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar perbedaan tersebut dibahas lebih dahulu oleh Tim Pembahas. |
(9) | Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas dituangkan dalam risalah Tim Pembahas yang merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(10) | Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan paling lama 3 (tiga) minggu. |
(11) | Jangka Waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan paling lama 1 (satu) bulan. |
Pasal 24
(1) | Risalah pembahasan dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Pajak
yang terutang dalam surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan
Pajak dihitung sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan, kecuali:
|
Bagian
Kesepuluh
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Pasal 25
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Pasal 25
(1) | Hasil
Pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang
dilaksanakan tanpa:
|
(2) | Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal pembatalan dilakukan karena Pemeriksaan dilaksanakan tanpa penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, berdasarkan surat keputusan pembatalan hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak melanjutkan Pemeriksaan dengan memberitahukan hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan melakukan pembahasan akhir dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 24. |
Bagian
Kesebelas
Pengungkapan Wajib Pajak
Dalam Laporan Tersendiri Selama Pemeriksaan
Pasal 26
Pengungkapan Wajib Pajak
Dalam Laporan Tersendiri Selama Pemeriksaan
Pasal 26
(1) | Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan Pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dan Pemeriksaan tetap dilanjutkan. |
(2) | Pengungkapan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan sebelum Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Pengungkapan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemeriksa Pajak diperlakukan sebagai tambahan informasi atau data dan menjadi bahan pertimbangan bagi Pemeriksa Pajak sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak. |
Bagian
Keduabelas
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 27
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan
Pasal 27
(1) | Pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diusulkan Pemeriksaan
Bukti
Permulaan apabila:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud da1am Pasal 3 ayat (2), usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(3) | Dalam
hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disetujui, pelaksanaan Pemeriksaan dihentikan dengan
membuat
Laporan Hasil Pemeriksaan sumir, kecuali usulan Pemeriksaan
Bukti
Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B
Undang-Undang
KUP, penyelesaian Pemeriksaan ditangguhkan sampai dengan:
|
Pasal 28
(1) | Pemeriksaan
yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(3) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (I), jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
Bagian Ketigabelas
Pemeriksaan Ulang
Pasal 29
Pemeriksaan Ulang
Pasal 29
(1) | Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | lnstruksi
atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan Pemeriksaan
Ulang Dapat diberikan :
|
(3) | Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan harus didahului dengan Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (I), dalam hal sebelumnya terhadap kewajiban perpajakan yang sama telah diterbitkan surat ketetapan pajak berdasarkan hasil Pemeriksaan. |
BAB IV
PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 30
PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 30
(1) | Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan. |
(2) | Pemeriksaan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan dengan
kriteria
antara lain sebagai berikut:
|
Pasal 31
(1) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Jangka waktu Pemeriksaan Kantor terkait dengan Pemeriksaan untuk tujuan lain adalah paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan terkait dengan Pemeriksaan untuk tujuan lain adalah paling lama 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP. |
(5) | Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP. |
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
Pasal 32
Standar Pemeriksaan
Pasal 32
(1) | Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan. |
Pasal 33
Pemeriksa Pajak yang melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain juga
harus memenuhi standar umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
dan ayat (2).
Pasal 34
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan
standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
- pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
- luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain;
- Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim;
- Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
- Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
- pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan;
- Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain digunakan sebagai dasar penerbitan surat keputusan atau sebagai bahan masukan untuk pembuatan keputusan.
Pasal 35
Kegiatan Pemeriksaan
untuK tujuan lain harus didokumentasikan dalam
bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. | Kertas
Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi
sebagai:
|
||||||
b. | Kertas
Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai:
|
Pasal 36
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk
Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil
Pemeriksaan, yaitu:
a. | Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait; | ||||||||||||||
b. | Laporan
Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain antara lain mengenai :
|
Bagian
Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa
Pasal 37
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa
Pasal 37
(1) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan
Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib:
|
(2) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan
Kantor, Pemeriksa Pajak wajib:
|
Pasal 38
(1) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan
Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
(2) | Dalam
hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilaksanakan dengan jenis Pemeriksaan
Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang:
|
Bagian
Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 39
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 39
(1) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan
Lapangan, Wajib Pajak berhak:
|
(2) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan
Kantor, Wajib Pajak berhak:
|
Pasal 40
(1) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan
Lapangan, Wajib Pajak wajib :
|
(2) | Dalam
pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jenis Pemeriksaan
Kantor, Wajib Pajak wajib:
|
Bagian
Kelima
Peminjaman Dokumen
Pasal 41
Peminjaman Dokumen
Pasal 41
(1) | Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. |
(2) | Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16. |
Bagian
Keenam
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 42
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 42
(1) | Apabila dalam Pemeriksaan untuk tujuan lain Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
Pasal 43
(1) | Berdasarkan
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
permohonan
Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam
hal
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
|
(2) | Berdasarkan
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
Wajib Pajak
akan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan dikukuhkan sebagai
Pengusaha
Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan
lain dilakukan dalam rangka:
|
(3) | Berdasarkan
surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42,
permohonan
Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan untuk
tujuan lain
dilakukan dalam rangka:
|
Bagian
Ketujuh
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
Pasal 44
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
Pasal 44
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP. |
(2) | Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21. |
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 45
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan
Menteri Keuangan ini yang antara lain berupa Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan dan Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 46
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 46
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku:
- Terhadap Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan sebelum tanggal 1 Januari 2008 dan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini belum selesai, Pemeriksaannya tetap dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar