I. | KEBIJAKAN UMUM |
A. | RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN
- Ruang
lingkup pemeriksaan merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode
pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan
pemeriksaan.
- Ruang lingkup pemeriksaan dapat meliputi satu,
beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun
tahun berjalan.
|
B. | JENIS PEMERIKSAAN Pemeriksaan dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan, yaitu:
- Pemeriksaan
Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak,
atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
- Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
|
C. | KRITERIA PEMERIKSAAN Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan, yaitu:
- Pemeriksaan
Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan
pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak atau
karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP; dan
- Pemeriksaan
Khusus atau pemeriksaan berdasarkan analisis risiko (risk based
audit), merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan hasil analisis risiko secara manual atau secara
komputerisasi menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan.
|
D. | JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan
Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan
yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota
keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
- Pemeriksaan Kantor dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak
tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal LHP.
- Dalam hal
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor dilakukan
berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka
waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau angka 2 harus
memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
|
E. | PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN
1. | Dengan
alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud
pada huruf D angka 1 dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4
(empat) bulan dan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud
pada huruf D angka 2 dapat diperpanjang untuk paling lama 3 (tiga)
bulan. |
2. | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1, yaitu:
- pemeriksaan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak lainnya;
- ruang lingkup pemeriksaan meliputi seluruh jenis pajak;
- terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
- terdapat
indikasi transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain
yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan
pengujian yang lebih mendalam (Pemeriksaan Lapangan);
- terdapat permintaan pemeriksaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) Domisili kepada UP2 Lokasi; atau
- berdasarkan pertimbangan tertentu dari Kepala UP2.
|
3. | Perpanjangan
jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1
hanya dilakukan 1 (satu) kali sehingga jangka waktu Pemeriksaan Lapangan
menjadi paling lama 8 (delapan) bulan dan jangka waktu Pemeriksaan
Kantor menjadi paling lama 6 (enam) bulan. |
4. | Jika
dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait
dengan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang
berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian
yang lebih mendalam maka Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan
Lapangan. |
5. | Apabila
dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait
dengan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang
berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian
yang lebih mendalam sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf d,
perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dapat dilakukan paling
banyak 5 (lima) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan
pengujian sehingga jangka waktu pemeriksaan menjadi paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan. |
6. | Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf e hanya dapat dilakukan oleh UP2 Domisili. |
7. | Dalam
hal Pemeriksaan Lapangan maupun Pemeriksaan Kantor dilakukan
berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, perpanjangan
jangka waktu pemeriksaan harus tetap memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
8. | Prosedur perpanjangan jangka waktu pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut:
a. |
Pemeriksa Pajak harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu pemeriksaan kepada Kepala UP2 dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 1; |
b. |
permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada huruf a harus disampaikan sebelum jangka waktu pemeriksaan
sebagaimana dimaksud pada huruf D angka 1 atau angka 2 berakhir; |
c. |
persetujuan atau penolakan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan
harus disampaikan oleh Kepala UP2 kepada Pemeriksa Pajak sebelum jangka
waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf D angka 1 atau angka 2
berakhir dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran 2 atau Lampiran 3; |
d. |
terhadap permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan yang
disampaikan setelah jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
huruf D angka 1 atau angka 2 berakhir, Kepala UP2 harus menolak
permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tersebut; |
e. |
dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan disetujui,
Pemeriksa Pajak harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan tersebut
kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan; |
f. |
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf e disampaikan sebelum
jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf D angka 1 atau
angka 2 berakhir; dan |
g. |
dalam hal perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan karena adanya
indikasi transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang
berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, perpanjangan jangka
waktu pemeriksaan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | prosedur
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a
sampai dengan huruf f harus dilakukan setiap kali akan dilakukan
perpanjangan jangka waktu pemeriksaan; dan |
2) | dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang telah disetujui sebelumnya. |
|
|
|
F. | PERLUASAN PEMERIKSAAN
1. | Pemeriksaan diperluas ke tahun-tahun pajak atau masa-masa pajak yang belum dilakukan pemeriksaan, dalam hal:
- Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh)
untuk tahun-tahun pajak sebelumnya menyatakan rugi tidak lebih bayar
(SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar); atau
- Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
untuk masa-masa pajak sebelumnya menyatakan lebih bayar yang
dikompensasikan (SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi).
|
2. | Perluasan
pemeriksaan yang disebabkan karena alasan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. | dalam hal Kepala UP2 akan mengusulkan Pemeriksaan Rutin untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atas suatu Tahun Pajak maka:
1) | sebelum
usulan tersebut dilakukan, Kepala Seksi Pemeriksaan harus melakukan
penelitian terhadap SPT Tahunan PPh tahun-tahun pajak sebelumnya; |
2) | dalam
hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1)
terdapat SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar untuk tahun-tahun
pajak sebelumnya, terhadap SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar
tersebut harus diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sepanjang
mempunyai pengaruh kompensasi; dan |
3) | pengusulan sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus dilakukan bersamaan dengan pengusulan Pemeriksaan Rutin all taxes dimaksud; |
|
b. | dalam
hal Kepala UP2 menerima persetujuan/instruksi Pemeriksaan Khusus
dari Kepala Kanwil DJP atau instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan maka:
1) | segera
setelah menerima persetujuan atau instruksi tersebut, Kepala
Seksi Pemeriksaan harus melakukan penelitian terhadap SPT Tahunan
PPh tahun-tahun pajak sebelumnya; |
2) | dalam
hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1) terdapat
SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar untuk tahun-tahun
pajak sebelumnya, terhadap SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar
tersebut harus diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan sepanjang
mempunyai pengaruh kompensasi; dan |
3) | pengusulan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilakukan sebelum Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pemeriksaan Khusus diterbitkan. |
|
c. | pengusulan
pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih
Bayar sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dan huruf b angka
2) dilakukan dengan prosedur Pemeriksaan Rutin dengan kode pemeriksaan
SPT Tahunan Rugi Tidak Lebih Bayar. |
|
3. | Perluasan
pemeriksaan yang disebabkan karena alasan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. | dalam hal Kepala UP2 akan mengusulkan Pemeriksaan Rutin atas suatu SPT Masa PPN maka:
1) | sebelum
usulan tersebut dilakukan, Kepala Seksi Pemeriksaan harus melakukan
penelitian terhadap SPT Masa PPN masa-masa pajak sebelumnya; |
2) | dalam
hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka
1) terdapat SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi untuk masa-masa
pajak sebelumnya, terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi tersebut
harus diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan; dan |
3) | pengusulan pemeriksaan sebagai dimaksud pada angka 2) dilakukan bersamaan dengan usulan Pemeriksaan Rutin. |
|
b. | dalam
hal Kepala UP2 menerima persetujuan/instruksi Pemeriksaan Khusus
dari Kepala Kanwil DJP atau instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan maka:
1) | segera
setelah menerima persetujuan atau instruksi tersebut, Kepala
Seksi Pemeriksaan harus melakukan penelitian terhadap SPT Masa PPN
masa-masa pajak sebelumnya; |
2) | dalam
hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1) terdapat
SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi untuk masa-masa pajak sebelumnya,
terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi tersebut harus diusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan sepanjang mempunyai pengaruh kompensasi; dan |
3) | pengusulan sebagaimana dimaksud pada angka 2) dilakukan sebelum SP2 Pemeriksaan Khusus diterbitkan. |
|
c. | pengusulan
pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 2) dan huruf b angka 2) dilakukan
dengan prosedur Pemeriksaan Rutin dengan kode pemeriksaan SPT Masa PPN
Lebih Bayar. |
|
|
G. | PENYELESAIAN PEMERIKSAAN
1. | Pemeriksaan diselesaikan dengan cara:
- menghentikan Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan dengan membuat LHP Sumir;
- membuat
LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; atau
- mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
2. | Penghentian dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan dalam hal:
a. | Wajib
Pajak tidak ditemukan dan pemeriksaan bukan merupakan
pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penghentian
pemeriksaannya dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | LHP Sumir Pemeriksaan Lapangan, dengan ketentuan:
a) | yang
dimaksud dengan Wajib Pajak tidak ditemukan adalah apabila Wajib Pajak
atau wakil/kuasa/pegawai/anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak yang diperiksa tidak ditemukan dalam jangka waktu pemeriksaan; |
b) | Wajib
Pajak tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) sekurang-kurangnya dibuktikan dengan surat keterangan dari
pejabat kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat
tinggal/tempat kedudukan/tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; |
c) | LHP
Sumir dapat mulai dibuat setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tim
Pemeriksa Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan; dan |
d) | LHP Sumir harus dilampiri dengan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf b); |
|
2) | LHP Sumir Pemeriksaan Kantor, dengan ketentuan:
a) | yang
dimaksud dengan Wajib Pajak tidak ditemukan adalah apabila dalam jangka
waktu 1 (satu) bulan sejak surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan
Kantor dikirimkan, surat panggilan tersebut dikembalikan oleh pihak pos
atau jasa pengiriman lainnya; |
b) | LHP
Sumir dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf
a); dan |
c) | LHP
Sumir harus dilampiri dengan bukti pengembalian surat panggilan dalam
rangka Pemeriksaan Kantor oleh pihak pos atau jasa pengiriman lainnya; |
|
3) | fotokopi
LHP Sumir sebagaimana dimaksud pada angka 1) atau angka 2) harus
dikirimkan kepada Seksi Pengawasan dan Konsultasi terkait
untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku; |
4) | pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan dan diselesaikan dengan
membuat LHP Sumir dapat dilakukan kembali apabila dikemudian hari Wajib
Pajak ditemukan dengan melalui prosedur Pemeriksaan Rutin
atau Pemeriksaan Khusus dan atas pemeriksaan dimaksud bukan
merupakan Pemeriksaan Ulang; |
|
b. | pemeriksaan
yang dilakukan terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) yang bukan merupakan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, disetujui oleh pejabat yang berwenang
untuk dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) | LHP Sumir dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persetujuan Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan |
2) | penghentian
pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak paling
lambat bersamaan dengan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan; |
|
c. | pemeriksaan
atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP dtangguhkan karena:
1) | Wajib
Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan tidak
dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan
surat ketetapan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) | yang
dimaksud dengan surat ketetapan pajak disini adalah surat ketetapan
pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan; |
b) | berdasarkan
nota penghitungan dari hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan, Kepala UP2
menginstruksikan kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk menerbitkan surat
ketetapan pajak dan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuat LHP Sumir; |
c) | LHP Sumir harus dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya surat ketetapan pajak; dan |
d) | penghentian
pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP Sumir; |
|
2) | Wajib
Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan tidak
dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3)
Undang-Undang KUP, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) | berdasarkan
laporan sumir Pemeriksaan Bukti Permulaan, Kepala UP2 menginstruksikan
kepada Pemeriksa Pajak untuk membuat LHP Sumir; |
b) | LHP Sumir harus dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya laporan sumir Pemeriksaan Bukti Permulaan; dan |
c) | penghentian
pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP Sumir; |
|
3) | Wajib
Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan dilanjutkan dengan
penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan
penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) | berdasarkan keputusan penghentian penyidikan, Kepala UP2 menginstruksikan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuat LHP Sumir; |
b) | LHP Sumir harus dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya keputusan penghentian penyidikan; dan |
c) | penghentian
pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP Sumir; |
|
4) | Wajib
Pajak dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan dilanjutkan
dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa Wajib Pajak
telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) | berdasarkan
salinan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Kepala UP2
menginstruksikan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuat LHP Sumir; |
b) | LHP
Sumir harus dibuat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya
salinan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap; dan |
c) | penghentian
pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal LHP Sumir. |
|
|
|
3. | Penyelesaian pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilakukan dalam hal:
a. | Wajib
Pajak tidak ditemukan dan pemeriksaan merupakan pemeriksaan
atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) | Pemeriksaan Lapangan
a) | yang
dimaksud dengan Wajib Pajak tidak ditemukan adalah apabila Wajib Pajak
atau wakil /kuasa/pegawai/anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib
Pajak yang diperiksa tidak ditemukan dalam jangka waktu pemeriksaan; |
b) | Wajib
Pajak tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) sekurang-kurangnya dibuktikan dengan surat keterangan dari pejabat
kelurahan/RT/RW setempat atau dari pengelola tempat tinggal/tempat
kedudukan/tempat kegiatan usaha Wajib Pajak; |
c) | meskipun
Wajib Pajak tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada huruf a),
pemeriksaan harus diselesaikan dengan membuat LHP sebagai dasar
penerbitan surat ketetapan pajak, dengan terlebih dahulu melakukan
prosedur SPHP dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; |
|
2) | Pemeriksaan Kantor
a) | yang
dimaksud dengan Wajib Pajak tidak ditemukan adalah apabila surat
panggilan dalam rangka pemeriksaan pajak dikembalikan oleh pihak pos
atau jasa pengiriman lainnya dalam jangka waktu pemeriksaan; dan |
b) | meskipun
Wajib Pajak tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada huruf a),
pemeriksaan harus diselesaikan dengan membuat LHP sebagai dasar
penerbitan surat ketetapan pajak, dengan terlebih dahulu melakukan
prosedur SPHP dan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; |
|
|
b. | Wajib Pajak ditemukan dan Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu pemeriksaan; |
c. | Permohonan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan ditolak oleh Kepala UP2; |
d. | Wajib
Pajak ditemukan dan pemeriksaan belum dapat diselesaikan sampai
dengan berakhirnya perpanjangan jangka waktu pemeriksaan, dengan
ketentuan:
1) | pemeriksaan
harus diselesaikan dengan membuat LHP sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan pajak, dengan terlebih dahulu melakukan prosedur SPHP dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; |
2) | SPHP
harus diselesaikan dan disampaikan kepada Wajib Pajak dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perpanjangan
jangka waktu pemeriksaan; dan |
3) | apabila
Pemeriksa Pajak telah menyampaikan SPHP dalam jangka waktu kurang dari 1
(satu) bulan sebelum berakhirnya perpanjangan jangka waktu pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak harus melanjutkan tahapan pemeriksaan sampai dengan
pembuatan LHP; |
|
e. | Wajib Pajak diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan namun usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan ditolak oleh pejabat yang berwenang. |
|
|
H. | PEMBATALAN PEMERIKSAAN Pembatalan pemeriksaan meliputi pembatalan penugasan pemeriksaan dan pembatalan hasil pemeriksaan.
1. | Pembatalan Penugasan Pemeriksaan
a. | Pembatalan penugasan pemeriksaan dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
1) | terdapat
kesalahan administrasi yang bersifat manusiawi (human error) seperti
kesalahan Tahun Pajak, Identitas Wajib Pajak, kesalahan kriteria/alasan
pemeriksaan, sepanjang SPHP belum disampaikan kepada Wajib Pajak; |
2) | pemeriksaan belum dimulai dan Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT; |
3) | pemeriksaan
yang dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud pasal 17B Undang-Undang KUP, yang:
a) | Lembar
Penugasan Pemeriksaan (LP2) atau Surat Perintah Pemeriksaan (SP2)
diterbitkan setelah jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran
pajak; atau |
b) | pemeriksaannya belum dapat diselesaikan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak; |
|
4) | berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. |
|
b. | Pembatalan
penugasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1), angka
2), dan, angka 3), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | terhadap instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan yang diterbitkan oleh:
a) | Direktur
Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, pembatalan
penugasan pemeriksaannya dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan; |
b) | Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP), pembatalan
penugasan pemeriksaannya dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP; |
|
2) | usul
pembatalan penugasan pemeriksaan oleh Kepala UP2 kepada
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP dilakukan
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 4; |
3) | persetujuan
atau penolakan pembatalan penugasan pemeriksaan atas usulan sebagaimana
dimaksud pada angka 2) disampaikan oleh Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan atau Kepala Kanwil DJP kepada Kepala UP2 dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 5 atau Lampiran 6; dan |
4) | Terhadap penugasan pemeriksaan yang dibatalkan, tidak dibuat LHP Sumir. |
|
c. | Pembatalan
penugasan pemeriksaan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 4) merupakan kewenangan
Direktur Jenderal Pajak yang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | pembatalan dapat dilakukan sepanjang surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan belum diterbitkan; |
2) | pembatalan dilakukan dengan menerbitkan surat Direktur Jenderal Pajak mengenai pembatalan penugasan pemeriksaan; |
3) | pembatalan dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) | Direktur Jenderal Pajak memberikan perintah kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk membatalkan penugasan pemeriksaan; |
b) | Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan membuat konsep surat Direktur Jenderal Pajak
tentang Pembatalan Penugasan Pemeriksaan dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 7; |
c) | Direktur
Jenderal Pajak menandatangani Surat Direktur Jenderal Pajak tentang
Pembatalan Penugasan Pemeriksaan dan disampaikan kepada Kepala UP2; |
d) | terhadap penugasan pemeriksaan yang dibatalkan, tidak dibuat LHP sumir |
|
|
d. | Dalam
hal pemeriksaan yang dibatalkan sebagaimana dimaksud pada huruf b
dan huruf c terdapat permintaan Pemeriksaan Lokasi, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1) | berdasarkan
Surat Pembatalan Penugasan Pemeriksaan, Kepala UP2 Domisili mengirimkan
Surat Pemberitahuan Pembatalan Penugasan Pemeriksaan kepada Kepala UP2
Lokasi dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran
8; |
2) | berdasarkan
Surat Pemberitahuan Pembatalan Pemeriksaan dari UP2 Domisili, Kepala
UP2 Lokasi menyampaikan surat pembatalan penugasan pemeriksaan kepada
Kepala Kanwil DJP atasannya sepanjang UP2 Lokasi belum menyampaikan SPHP
terkait dengan pembatalan pemeriksaan pada huruf a angka 1) atau angka
3) huruf b), atau belum menerbitkan surat ketetapan pajak terkait dengan
pembatalan pemeriksaan pada huruf a angka 4), dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 9; |
3) | surat
pembatalan penugasan pemeriksaan dari UP2 Lokasi sebagaimana dimaksud
pada angka 2), digunakan oleh Kepala Kanwil DJP atasan UP2 Lokasi untuk
melakukan pembatalan LP2. |
|
e. | Dalam
hal dilakukan pembatalan penugasan pemeriksaan dan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak, Kepala UP2
memberitahukan pembatalan penugasan pemeriksaan tersebut kepada Wajib
Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran
10. |
|
2. | Pembatalan Hasil Pemeriksaan
a. | Pembatalan
hasil pemeriksaan atau pembatalan surat ketetapan pajak dari
hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d
Undang-Undang KUP dilakukan karena:
1) | pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP;atau |
2) | pemeriksaan
yang dilaksanakan tanpa ada pemberian hak hadir kepada Wajib Pajak
untuk melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
|
b. | Pembatalan hasil pemeriksaan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | pembatalan dilakukan terhadap LHP dan/atau Nota Penghitungan; |
2) | pembatalan dilakukan sebelum surat ketetapan pajak diterbitkan; dan |
3) | pembatalan
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau sesuai dengan pelimpahan
wewenang atas ketentuan Pasal 36 Undang-Undang KUP yang dilakukan
berdasarkan usul dari Kepala UP2. |
|
c. | Pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) | pembatalan dilakukan terhadap LHP, Nota Penghitungan, dan surat ketetapan pajak; |
2) | pembatalan dilakukan setelah surat ketetapan pajak diterbitkan; dan |
3) | pembatalan
surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan dilakukan oleh Direktur
Jenderal Pajak atau sesuai dengan pelimpahan wewenang atas ketentuan
Pasal 36 Undang-Undang KUP yang dilakukan berdasarkan usul dari Kepala
UP2. |
|
d. | Terhadap
pemeriksaan yang hasil pemeriksaannya atau surat ketetapan
pajaknya dibatalkan sebagaimana dimaksud pada huruf a, pemeriksaannya
harus dilanjutkan dengan menyampaikan SPHP dan/atau memberikan hak hadir
kepada Wajib Pajak untuk melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
|
|
I. | PENGALIHAN PEMERIKSAAN
1. | Pengalihan
pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak pindah tempat terdaftar
(domisili) dari satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ke KPP lain sepanjang:
- instruksi/persetujuan/penugasan/LP2 pemeriksaan telah diterbitkan; dan
- Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
|
2. | Pengalihan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dapat dilakukan
apabila pemeriksaannya adalah pemeriksaan dalam rangka permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17B Undang-Undang KUP yang batas waktu penerbitan surat ketetapan
pajaknya kurang dari 6 (enam) bulan, dan pemeriksaan tersebut harus
diselesaikan oleh UP2 lama. |
3. | Pengalihan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang pindah domisili ke KPP lain
tetapi masih dalam wilayah kerja Kanwil DJP yang sama, dilakukan oleh:
- Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan untuk pemeriksaan yang
instruksi/persetujuannya diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan;
- Kepala Kanwil DJP untuk pemeriksaan yang instruksi/persetujuan/penugasannya diterbitkan oleh Kepala Kanwil DJP; atau
- Kepala Kanwil DJP atasan UP2 Lokasi untuk Pemeriksaan Lokasi karena adanya permintaan dari UP2 Domisili.
|
4. | Pengalihan
pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang pindah domisili ke KPP lain di
luar wilayah kerja Kanwil DJP atasan KPP lama, dilakukan oleh Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan. |
5. | Usul
pengalihan pemeriksaan disampaikan oleh Kepala UP2 lama kepada Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 11. |
6. | Persetujuan
atau penolakan pengalihan pemeriksaan diberikan oleh Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil DJP. Dalam hal disetujui,
persetujuan disampaikan kepada Kepala UP2 baru dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 12. Dalam hal ditolak,
penolakan disampaikan kepada Kepala UP2 lama dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 13. |
7. | Surat persetujuan pengalihan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 6 digunakan sebagai dasar untuk mengalihkan LP2. |
8. | Terhadap pemeriksaan yang ditolak pengalihan pemeriksaannya atau tidak dapat dialihkan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
- pemeriksaan tetap diselesaikan oleh UP2 lama sampai dengan penerbitan Nota Penghitungan;
- LHP dan Nota Penghitungan harus menggunakan identitas baru;
- terhadap
pemeriksaan yang terkait dengan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B
Undang-Undang KUP maka LHP dan Nota Penghitungan sudah harus dikirim ke
KPP baru tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan
sebelum jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak; dan
- terhadap pemeriksaan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf c, LHP dan Nota Penghitungan harus dikirim ke KPP
baru tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal LHP.
|
|
J. | PEMERIKSAAN LOKASI
1. | Dalam
hal UP2 Domisili melakukan Pemeriksaan Lapangan untuk seluruh jenis
pajak (all taxes) maka UP2 Domisili dapat melakukan permintaan
Pemeriksaan Lokasi kepada UP2 Lokasi yang telah ditetapkan dalam Audit
Plan. |
2. | Pemeriksaan
Lokasi berdasarkan permintaan UP2 Domisili sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan dengan mengacu pada kriteria pemeriksaan yang
dilakukan oleh UP2 Domisili, yaitu Pemeriksaan Rutin atau Pemeriksaan
Khusus. |
3. | LP2 Lokasi diterbitkan setelah ada permintaan Pemeriksaan Lokasi dari UP2 Domisili. |
4. | Surat
permintaan Pemeriksaan Lokasi harus dibuat dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
disampaikan kepada Wajib Pajak Domisili, dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 14. |
5. | Pemeriksaan
Lokasi karena permintaan UP2 Domisili harus diselesaikan oleh UP2
Lokasi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam surat permintaan
Pemeriksaan Lokasi. |
6. | Jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5 sekurang-kurangnya 4 (empat)
bulan dihitung sejak tanggal surat permintaan Pemeriksaan Lokasi. |
7. | Setelah
pemeriksaan oleh UP2 Lokasi selesai, Kepala UP2 Lokasi harus
mengirimkan salinan LHP kepada Kepala UP2 Domisili paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah tanggal LHP. |
8. | Dalam hal terdapat permintaan Pemeriksaan Lokasi maka LHP Domisili harus mencakup hasil pemeriksaan Lokasi, kecuali:
- SPT Tahunan Wajib Pajak Domisili menunjukan lebih bayar dan akan segera jatuh tempo; atau
- Pemeriksaan Lokasi belum dapat diselesaikan, karena antara lain kondisi kahar (force majeur).
|
9. | Dalam
hal pemeriksaan dilakukan oleh UP2 Domisili yang wilayah kerjanya
seluruh Indonesia yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, UP2 di
lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, dan UP2 di lingkungan Kanwil
DJP Jakarta Khusus, Pemeriksaan Lokasi dapat dilakukan oleh:
- UP2 Domisili tanpa melakukan permintaan Pemeriksaan Lokasi kepada Kepala UP2 Lokasi; dan/atau
- UP2 Lokasi berdasarkan permintaan Pemeriksaan Lokasi dari UP2 Domisili.
|
10. | Dalam
hal pemeriksaan dilakukan oleh UP2 Domisili yang wilayah kerjanya
meliputi satu Kanwil DJP, yaitu KPP Madya, Pemeriksaan Lokasi di dalam
wilayah kerjanya dapat dilakukan oleh:
- UP2 Domisili tanpa melakukan permintaan Pemeriksaan Lokasi kepada Kepala UP2 Lokasi; dan/atau
- UP2 Lokasi berdasarkan permintaan Pemeriksaan Lokasi dari UP2 Domisili.
|
11. | Dalam
hal UP2 Lokasi sedang melakukan Pemeriksaan Lokasi berdasarkan
permintaan UP2 Domisili, Pemeriksa Pajak UP2 Domisili baik KPP Pratama
atau KPP Madya yang Wajib Pajak lokasinya terdaftar di luar wilayah
kerjanya dapat melakukan pemeriksaan di lokasi kegiatan usaha Wajib
Pajak tersebut dengan terlebih dahulu menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Kepala UP2 Lokasi dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 15. |
12. | Berdasarkan
surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 11 Kepala UP2
Lokasi harus menerbitkan surat tugas pendampingan kepada tim Pemeriksa
Pajak Lokasi untuk mendampingi tim Pemeriksa Pajak UP2 Domisili dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 16. |
13. | Pemeriksaan
oleh tim Pemeriksa Pajak UP2 Domisili sebagaimana dimaksud dalam angka
11 harus dilakukan secara bersamaan dengan tim Pemeriksa Pajak UP2
Lokasi. |
14. | Dalam
hal UP2 Domisili melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka
9 huruf a atau angka 10 huruf a maka UP2 Domisili harus menyampaikan
fotokopi LHP beserta Nota Penghitungan kepada Kepala UP2 Lokasi paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal LHP. |
|
K. | PENENTUAN TIM PEMERIKSA PAJAK
1. | Pemeriksaan
terhadap suatu Wajib Pajak atau suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak yang berbeda dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang
berbeda. |
2. |
Yang dimaksud dengan tim Pemeriksa Pajak yang berbeda sebagaimana
dimaksud pada angka 1 adalah tim Pemeriksa Pajak yang keanggotannya
berbeda seluruhnya baik supervisor, ketua tim, maupun anggota tim. |
3. | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 apabila:
- pemeriksaan atas beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dilakukan secara bersamaan;
- pada UP2 tersebut hanya terdapat 1 (satu) tim Pemeriksa Pajak; atau
- pada UP2 hanya terdapat 1 (satu) supervisor.
|
4. | Dalam
hal hanya terdapat satu supervisor sebagaimana dimaksud pada angka 3
huruf c namun terdapat dua atau lebih tim Pemeriksa Pajak maka
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan oleh tim yang
berbeda. |
|
L. | TIM QUALITY ASSURANCE PEMERIKSAAN
1. | Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dibentuk dalam rangka membahas hasil
pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
2. | Pembentukan
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka
1 dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kanwil
DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak. |
3. | Pembentukan
Tim Quality Assurance Pemeriksaan ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan pada Lampiran 17. |
4. | Tim Quality Assurance Pemeriksaan ditetapkan setiap awal tahun. |
5. | Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri atas:
- Ketua
- Sekretaris; dan
- 3 (tiga) orang Anggota.
|
6. | Ketua
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5
huruf a diisi oleh pejabat eselon III, dengan ketentuan:
- pada
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dijabat oleh Kepala Sub
Direktorat di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan; dan
- pada
Kanwil DJP, dijabat oleh Kepala Bidang kecuali Kepala Bidang
Pengurangan Keberatan dan Banding/Kepala Bidang Keberatan dan Banding.
|
7. | Sekretaris
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5
huruf b diisi oleh pejabat eselon IV, dengan ketentuan:
- pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dijabat oleh Kepala Seksi di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan; dan
- pada
Kantor Wilayah DJP, dijabat oleh Kepala Seksi di lingkungan Kanwil DJP
kecuali Kepala Seksi di Bidang Pengurangan Keberatan dan Banding/Kepala
Seksi di Bidang Keberatan dan Banding.
|
8. | Anggota
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 5
huruf c diisi oleh Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat Jenderal Pajak,
dengan ketentuan:
a. | pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, diisi oleh:
1) | Kepala Seksi di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan; |
2) | Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan; dan/atau |
3) | Pelaksana di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. |
|
b. | pada Kanwil DJP, diisi oleh:
1) | Kepala
Seksi di lingkungan Kanwil DJP kecuali Kepala Seksi di
Bidang Pengurangan Keberatan dan Banding/Kepala Seksi di Bidang
Keberatan dan Banding; |
2) | Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di lingkungan Kanwil DJP; dan/atau |
3) | Pelaksana di lingkungan Kanwil DJP; |
|
c. | penunjukan Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan kompetensi pegawai yang bersangkutan; dan |
d. | dalam
hal dipandang perlu Anggota Tim Quality Assurance Pemeriksaan dapat
diisi oleh Kepala Seksi/Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada KPP di
lingkungan Kanwil DJP. |
|
9. | Tugas Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah:
- membahas perbedaan pendapat antar Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan;
- memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapatan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak; dan
- membuat Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil pembahasan.
|
10. | Masa
tugas Tim Quality Assurance Pemeriksaan dimulai sejak tanggal
ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dan berakhir pada tanggal 31 Desember untuk tahun yang
bersangkutan. |
11. | Dalam
hal dipandang perlu, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala
Kanwil DJP dapat mengubah susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan atau
menambah Tim Quality Assurance Pemeriksaan dalam tahun berjalan. |
12. | Satu surat Keputusan Pembentukan Tim Quality Assurance Pemeriksaan diterbitkan untuk satu Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
13. | Pengadministrasian
surat atau dokumen yang terkait dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Seksi Pengendalian Mutu Pemeriksaan
pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan atau Seksi Bimbingan
Pemeriksaan pada Kanwil DJP. |
14. | Tata cara pengadministrasian surat atau dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 11 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- dalam
hal terdapat permohonan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan maka Kepala Seksi Pengendalian Mutu Pemeriksaan
atau Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan membuat undangan pembahasan dan
menyampaikan undangan tersebut kepada Wajib Pajak dan tim Pemeriksa
Pajak, penyampaian undangan harus memperhatikan jangka waktu dimulainya
pembahasan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan;
- Kepala Seksi
Pengendalian Mutu Pemeriksaan atau Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan
membuat surat tugas yang ditandatangani oleh Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan atau Kepala Kanwil DJP untuk menunjuk Tim Quality
Assurance Pemeriksaan yang ditugaskan untuk melakukan pembahasan;
- Surat
tugas sebagaimana dimaksud pada huruf b diterbitkan dengan
menggunakan format surat tugas sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai tata naskah dinas;
- setiap Risalah Tim Quality Assurance
Pemeriksaan yang dibuat oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan
diadministrasikan pada Seksi Pengendalian Mutu Pemeriksaan atau Seksi
Bimbingan Pemeriksaan.
|
15. | Tim
Quality Assurance Pemeriksaan yang melakukan pembahasan adalah Tim
Quality Assurance Pemeriksaan yang di dalamnya tidak terdapat Pejabat
Fungsional Pemeriksa Pajak yang melakukan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak yang mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan. |
16. | Terkait
dengan permohonan Wajib Pajak untuk dilakukan pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
- Pemeriksa
Pajak harus segera menginformasikan kepada Kepala Sub Direktorat
Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan atau Kepala Bidang Pemeriksaan
Penyidikan dan Penagihan Pajak mengenai permohonan Wajib Pajak tersebut;
- setelah
mendapatkan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, Kepala
Sub Direktorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan atau Kepala Bidang
Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak harus memantau surat
permohonan Wajib Pajak tersebut untuk segera ditindaklanjuti sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
|
|
M. | KETENTUAN LAIN-LAIN
-
Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak mendapatkan
data terkait dengan profil Wajib Pajak maka tim Pemeriksa Pajak harus
mengirimkan data tersebut ke Seksi Pengawasan Dan Konsultasi terkait.
-
Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan berdasarkan 1 (satu) SP2 yang
meliputi satu atau beberapa jenis pajak dan satu atau beberapa Masa
Pajak, maka Nota Penghitungan dan surat ketetapan pajak harus
diterbitkan untuk setiap Masa Pajak dan setiap jenis pajak sesuai
dengan ketentuan tentang penerbitan surat ketetapan pajak.
-
Untuk menjamin agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan memastikan bahwa pemeriksaan dapat
memberikan efek jera serta memberikan kontribusi terhadap penerimaan,
Kepala Kanwil DJP harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pemeriksaan yang dilakukan oleh UP2.
|
| |
II. | KEBIJAKAN PEMERIKSAAN RUTIN |
A. | UMUM
1. | Dalam
rangka menjamin terpenuhinya kewajiban pelaksanaan Pemeriksaan Rutin,
Kepala UP2 harus merencanakan Pemeriksaan Rutin yang akan dilaksanakan
dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan Rencana Pemeriksaan
Nasional. |
2. | Dalam
rangka melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Kepala
UP2 melalui Kepala Seksi Pemeriksaan harus membuat daftar persediaan
Wajib Pajak yang akan dilakukan Pemeriksaan Rutin dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 18 dan memutakhirkan
daftar tersebut setiap awal bulan berikutnya. |
3. | Dalam memberikan penugasan Pemeriksaan Rutin, Kepala Kanwil DJP harus mempertimbangankan:
- Rencana Pemeriksaan Nasional:
- saldo tunggakan pada masing-masing UP2;
- jenis pemeriksaan;
- frekuensi pemeriksaan sebelumnya;
- jangka waktu penyelesaian pemeriksaan; dan/atau
- pola kepatuhan Wajib Pajak.
|
4. | Pemeriksaan Rutin dapat dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan. |
|
B. | ALASAN PEMERIKSAAN RUTIN
1. | Pemeriksaan Rutin dilakukan dalam hal:
a. | Wajib
Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar
restitusi (SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi) sebagaimana dimaksud
dalam:
1) | Pasal 17B Undang-Undang KUP; |
2) | Pasal 17C Undang-Undang KUP tetapi memilih untuk diperiksa; atau |
3) | Pasal 17D Undang-Undang KUP tetapi memilih untuk diperiksa; |
|
b. | Wajib
Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar
restitusi (SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi) sebagaimana dimaksud
dalam:
1) | Pasal 17B Undang-Undang KUP; |
2) | Pasal 17C Undang-Undang KUP tetapi memilih untuk diperiksa; atau |
3) | Pasal 17D Undang-Undang KUP tetapi memilih untuk diperiksa; |
|
c. | Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi; |
d. | Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar; |
e. | Wajib
Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode
pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap yang
telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak; atau |
f. | Wajib
Pajak badan melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha,
pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha,
pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya. |
|
2. | Pemeriksaan
Rutin atas SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. | dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor apabila:
1) | SPT
Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak
badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif oleh
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public)
dan menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang
telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29A Undang-Undang KUP,
kecuali berdasarkan pertimbangan Kepala UP2 perlu dilakukan
Pemeriksaan Lapangan; |
2) | SPT
Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak
orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
atau melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tetapi memilih
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. |
|
b. | dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan apabila:
1) | SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak badan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1); |
2) | SPT
Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi disampaikan oleh Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang menyelenggarakan pembukuan. |
|
c. | ruang lingkup pemeriksaan terhadap SPT Tahunan Lebih Bayar Restitusi meliputi seluruh jenis pajak (all taxes). |
|
3. | Pemeriksaan
Rutin atas SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- dapat
dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan
Lapangan tergantung pada hasil analisis risiko dalam rangka pemeriksaan
atas SPT Masa PPN Lebih Bayar.
- dalam hal pemeriksaan dilakukan
terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi terdapat kompensasi dari
masa pajak-masa pajak sebelumnya, maka pemeriksaan harus mencakup
seluruh Masa Pajak yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi tersebut
dengan menerbitkan 2 (dua) SP2, yaitu 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak
yang menyatakan Lebih Bayar Restitusi dan 1 (satu) SP2 untuk Masa Pajak
lainnya yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi;
- dalam hal Masa
Pajak lainnya yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi sebagaimana
dimaksud pada huruf b mencakup lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, maka SP2
yang diterbitkan adalah 1 (satu) SP2 untuk setiap Tahun Pajak; dan
- mengingat
hanya PKP tertentu saja yang dapat mengajukan restitusi pada setiap
Masa Pajak maka pengusulan dan penugasan Pemeriksaan Rutin harus
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a) dan
ayat (4b) Undang-Undang PPN dan PPnBM.
|
4. | Pemeriksaan
Rutin atas SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf c dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- dapat
dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan
Lapangan tergantung pada hasil analisis risiko dalam rangka pemeriksaan
atas SPT Masa PPN Lebih Bayar;
- terhadap SPT Masa PPN Lebih Bayar
Kompensasi, pemeriksaannya ditunda sampai dengan kompensasi tersebut
direstitusi, atau apabila Wajib Pajak tetap tidak mengajukan restitusi
maka pemeriksaannya sudah harus dilakukan sebelum jatuh tempo daluwarsa
penetapan pajaknya; dan
- dalam hal SPT Masa PPN yang diperiksa
mencakup lebih dari 1 (satu) Tahun Pajak, maka SP2 yang diterbitkan
adalah 1 (satu) SP2 untuk tiap-tiap Tahun Pajak.
|
5. | Pemeriksaan
Rutin atas SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf d dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. | Pemeriksaan diprioritaskan terhadap:
1) | Wajib
Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar yang
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto pada
SPT Tahunan PPh tahun-tahun pajak berikutnya; |
2) | Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar paling sedikit selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; atau |
3) | Wajib
Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar, yang
berdasarkan SPT Tahunan PPh tersebut terdapat transaksi
signifikan dengan pihak lain yang memiliki hubungan istimewa; |
|
b. | pemeriksaan
dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali terhadap Wajib
Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif
oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public) dan
menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor; |
c. | pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih
Bayar sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus dilakukan sebelum
daluwarsa penetapan; |
d. | pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih
Bayar sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), diprioritaskan
terhadap SPT yang daluwarsa penetapannya paling dekat; dan |
e. | pemeriksaan dilakukan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes). |
|
6. | Pemeriksaan
Rutin atas Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagai akibat adanya perubahan
tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian
kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- pemeriksaan
dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali terhadap Wajib
Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif
oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public) dan
menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor;
- dalam hal
pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan perubahan
tahun buku, maka pemeriksaannya dilakukan atas Bagian Tahun
Pajak sampai dengan perubahan tahun buku dilakukan. Misalnya, tahun buku
Wajib Pajak adalah Januari s.d Desember 2012 diubah menjadi Oktober
2012 s.d September 2013, maka pemeriksaannya dilakukan untuk Bagian
Tahun Pajak Januari s.d September 2012; dan
- pemeriksaan dilakukan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes).
|
7. | Pemeriksaan
Rutin atas Wajib Pajak badan yang melakukan penggabungan usaha,
peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan
usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. | pemeriksaan
dilakukan berdasarkan informasi dari media massa atau pihak lain,
atau karena Wajib Pajak mengajukan permohonan sehubungan dengan
penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha,
likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang
pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; |
b. | pemeriksaan
dilakukan untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
dilakukannya penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha, atau
Wajib Pajak orang pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya; |
c. | terhadap tahun-tahun pajak sebelumnya dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang:
1) | terdapat potensi berdasarkan hasil analisis risiko Wajib Pajak; dan |
2) | Wajib Pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan untuk tahun-tahun tersebut; |
|
d. | pemeriksaan
terhadap tahun-tahun pajak sebelumnya sebagaimana dimaksud pada huruf c
dilakukan dengan prosedur Pemeriksaan Khusus; |
e. | pemeriksaan
dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan, kecuali terhadap Wajib
Pajak badan yang pendaftaran emisi sahamnya telah dinyatakan efektif
oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (go public) dan
menyampaikan SPT Tahunan dengan dilampiri laporan keuangan yang telah
diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian,
dapat dilakukan melalui Pemeriksaan Kantor; |
f. | pemeriksaan dilakukan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak (all taxes); |
g. | Pemeriksaan
Rutin terhadap Wajib Pajak badan yang melakukan
penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha,
likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang
pribadi yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya disertai
dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat usulan
tentang penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam LHP; |
h. | Pemeriksaan
Rutin terhadap Wajib Pajak badan yang melakukan penggabungan usaha,
peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan
usaha, pengambilalihan usaha, atau Wajib Pajak orang pribadi yang akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya terkait juga
dengan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Pemeriksa Pajak harus memperhatikan
jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan dan/atau pencabutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) dan ayat (9) Undang-Undang
KUP; dan |
i. | berdasarkan
LHP, Pemeriksa Pajak harus mengirimkan usulan penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak dan/atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
kepada Kepala KPP c.q. Kepala Seksi Pelayanan dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 19. |
|
|
C. | PROSEDUR USULAN DAN PENUGASAN PEMERIKSAAN RUTIN
1. | Daftar Nominatif Wajib Pajak
- berdasarkan
daftar persediaan sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 2,
setiap bulan Kepala UP2 harus membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak yang
akan diperiksa dan mengirimkannya kepada Kepala Kanwil DJP atasannya
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 20 dan Lampiran 20.1;
- terhadap
SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi, Daftar
Nominatif dapat dibuat dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil DJP setiap
saat;
- pengusulan Daftar Nominatif ke Kanwil DJP dilakukan
setelah SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN direkam pada aplikasi yang
tersedia;
- terhadap Wajib Pajak yang diusulkan untuk diperiksa
yang ruang lingkup pemeriksaannya melebihi 1 (satu) Tahun Pajak, maka
usulan tersebut harus diperinci per Tahun Pajak; dan
- dalam hal
Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi
terdapat kompensasi dari masa-masa pajak sebelumnya maka dalam Daftar
Nominatif Wajib Pajak yang diusulkan untuk diperiksa harus diperinci
menjadi 2 (dua) usulan, yaitu 1 (satu) usulan untuk Masa Pajak yang
menyatakan Lebih Bayar Restitusi dan 1 (satu) usulan untuk Masa Pajak
lainnya yang menyatakan Lebih Bayar Kompensasi.
|
2. | Penugasan Pemeriksaan Rutin
- penugasan
Pemeriksaan Rutin merupakan wewenang Kepala Kanwil DJP dengan
tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 3;
- berdasarkan
Daftar Nominatif dari Kepala UP2, Kepala Kanwil DJP membuat
Surat Penugasan Pemeriksaan Rutin dan mengirimkan surat penugasan
tersebut tersebut kepada Kepala UP2 yang bersangkutan dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 21 dan Lampiran 21.1;
- apabila
dalam Daftar Nominatif yang disampaikan oleh Kepala UP2 terdapat
nominatif pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat atau alasan untuk
dilakukan Pemeriksaan Rutin, Kepala Kanwil DJP membuat Surat Penolakan
Pemeriksaan Rutin dan mengirimkan surat penolakan tersebut kepada Kepala
UP2 dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 22
dan Lampiran 22.1; dan
- dalam hal Kepala Kanwil DJP memperoleh
informasi mengenai penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha,
likuidasi, atau pembubaran, penugasan Pemeriksaan Rutin dapat diberikan
secara langsung tanpa melalui Daftar Nominatif.
|
|
| |
III. | KEBIJAKAN PEMERIKSAAN KHUSUS |
A. | UMUM
1. | Pemeriksaan Khusus (risk based audit) dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko. |
2. | Analisis
risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat
ketidakpatuhan Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada
penerimaan pajak. |
3. | Analisis
risiko dibuat dengan mendasarkan pada profil Wajib Pajak dan/atau data
internal lainnya serta memanfaatkan data eksternal. |
4. | Analisis risiko dapat dibuat secara manual atau secara komputerisasi. |
5. | Ruang lingkup Pemeriksaan Khusus ditentukan sebagai berikut:
a. | untuk KPP Domisili:
1) | Pemeriksaan Khusus untuk tahun-tahun pajak yang lalu harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes); |
2) | Pemeriksaan Khusus untuk tahun berjalan dapat meliputi satu atau beberapa jenis pajak; |
|
b. | untuk
KPP Lokasi, dapat meliputi satu atau beberapa jenis pajak baik untuk
Tahun Pajak berjalan maupun untuk tahun-tahun pajak sebelumnya. |
|
6. | Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan. |
7. | Dalam hal akan dilakukan pemeriksaan terhadap:
a. | Wajib Pajak Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP; |
b. | Wajib Pajak yang memenuhi Persyaratan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP; atau |
c. | Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN dan PPnBM; |
yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan maka pemeriksaannya dilakukan dengan prosedur Pemeriksaan Khusus. |
|
B. | ALASAN PEMERIKSAAN KHUSUS
1. | Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan berdasarkan:
- persetujuan Kepala Kanwil DJP (Pemeriksaan Khusus bottom up);
- instruksi Kepala Kanwil DJP (Pemeriksaan Khusus top down); atau
- instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (Pemeriksaan Khusus top down).
|
2. | Pemeriksaan
Khusus berdasarkan persetujuan Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a, dilakukan karena adanya analisis risiko yang
dibuat oleh Account Representative secara manual. |
3. | Pemeriksaan
Khusus berdasarkan instruksi Kepala Kanwil DJP sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf b dilakukan karena adanya hasil analisis dan
pengembangan atas informasi, data, laporan, dan pengaduan (IDLP) yang
dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP, yang perlu ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Khusus. |
4. | Pemeriksaan
Khusus berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c dilakukan karena:
- terdapat
hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data laporan,
dan pengaduan (IDLP) yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan
Penyidikan yang perlu ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus.
- adanya analisis risiko secara manual yang dibuat oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
- terdapat
hasil analisis risiko secara komputerisasi yang berupa skor
risiko ketidakpatuhan dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu
serta adanya data dan informasi.
|
|
C. | TATA CARA USUL PEMERIKSAAN KHUSUS BOTTOM UP
1. | Usul Pemeriksaan Khusus harus didasarkan pada analisis risiko. |
2. | Analisis
risiko dibuat oleh Account Representative dan disetujui oleh Kepala
Seksi Pengawasan dan Konsultasi, selanjutnya disampaikan kepada Kepala
UP2. |
3. | Kepala UP2 selanjutnya menugaskan Kepala Seksi Pemeriksaan membuat Nota Dinas tentang Pembentukan Tim Pembahas Analisis Risiko. |
4. | Tim Pembahas Analisis Risiko membahas dan menentukan kelayakan analisis risiko untuk menjadi usulan Pemeriksaan Khusus. |
5. | Tim Pembahas Analisis Risiko diketuai oleh Kepala UP2 dan beranggotakan:
- Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi selain yang mengusulkan Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan;
- Kepala Seksi Pemeriksaan; dan
- 1 (satu) atau lebih Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak.
|
6. | Pejabat
Fungsional Pemeriksa Pajak yang menjadi anggota Tim Pembahas Analisis
Risiko sebaiknya menjadi bagian dari tim Pemeriksa Pajak yang akan
melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak tersebut. |
7. | Hasil
pembahasan oleh Tim Pembahas Analisis Risiko dituangkan dalam Risalah
Hasil Pembahasan Analisis Risiko yang ditandatangani oleh Tim Pembahas
Analisis Risiko dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran 23. |
8. | Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Analisis Risiko ditindaklanjuti sebagai berikut:
- dalam
hal usulan analisis risiko disetujui, usulan Pemeriksaan Khusus
disampaikan kepada Kepala Kanwil DJP dan harus dilampiri dengan analisis
risiko dan Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko;
- dalam hal
usulan analisis risiko tidak disetujui, Account Representative
dapat mengusulkan kembali analisis risiko Wajib Pajak tersebut dengan
mempertimbangkan masukan-masukan dari Tim Pembahas Analisis Risiko; atau
- dalam
hal pada usulan analisis risiko terdapat indikasi tindak pidana
perpajakan maka analisis risiko tersebut disampaikan kepada Kepala
Kanwil DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
|
9. | Usulan
Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C dan Pasal 17D Undang-Undang KUP, dan Pengusaha Kena Pajak
berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang PPN dan PPnBM, yang telah menerima pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak harus dilampiri bukti
pendukung yang memperkuat alasan pemeriksaan. |
10. | Dalam
hal data dan/atau informasi pada analisis risiko hanya mencakup satu
atau beberapa jenis pajak, maka ditentukan sebagai berikut:
a. | apabila
data dan/atau informasi tersebut merupakan keterangan lain yang
konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP maka
informasi tersebut tidak perlu diusulkan Pemeriksaan Khusus, namun dapat
langsung ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar (SKPKB) berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007; |
b. | apabila
data dan/atau informasi tersebut tidak termasuk keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan perlu ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Khusus maka usul Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) | dalam hal data dan/atau informasi tersebut terdapat pada UP2 Domisili, berlaku ketentuan:
a) | apabila
data dan/informasi tersebut merupakan data dan/atau informasi untuk
Tahun Pajak berjalan maka dapat diusulkan Pemeriksaan Khusus atas satu
atau beberapa jenis pajak untuk Tahun Pajak tersebut; atau |
b) | apabila
data dan/atau informasi tersebut merupakan data dan/atau informasi
untuk tahun-tahun pajak sebelumnya maka diusulkan Pemeriksaan Khusus
untuk seluruh jenis pajak (all taxes). |
|
2) | dalam
hal data dan/atau informasi tersebut terdapat pada UP2 Lokasi
maka Kepala UP2 Lokasi dapat mengusulkan Pemeriksaan Khusus atas satu
atau beberapa jenis pajak untuk Tahun Pajak berjalan maupun untuk
tahun-tahun pajak sebelumnya. |
|
|
11. | Dalam
hal UP2 Lokasi mengusulkan Pemeriksaan Khusus satu atau beberapa jenis
pajak sebagaimana dimaksud pada angka 10 huruf b angka 2), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. | dalam
hal usulan Pemeriksaan Khusus oleh UP2 Lokasi dilakukan atas satu
atau beberapa jenis pajak untuk Tahun Pajak berjalan, setelah usulan
tersebut disetujui oleh Kepala Kanwil DJP atasannya maka Kepala UP2
Lokasi harus mengirimkan fotokopi data dan/atau informasi yang menjadi
dasar dilakukannya Pemeriksaan Khusus kepada UP2 Domisili; dan |
b. | dalam
hal usulan Pemeriksaan Khusus oleh UP2 Lokasi dilakukan atas satu
atau beberapa jenis pajak untuk tahun-tahun pajak sebelumnya maka pada
saat usulan tersebut dikirim kepada Kepala Kanwil DJP atasannya, Kepala
UP2 Lokasi harus mengirimkan fotokopi data dan/atau informasi yang
menjadi dasar usulan Pemeriksaan Khusus tersebut kepada Kepala UP2
Domisili. |
|
12. | Dalam
hal UP2 Domisili menerima data dan/atau informasi dari UP2 Lokasi
sebagaimana dimaksud pada angka 11, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. | apabila
data dan/atau informasi yang diterima merupakan data dan/atau
informasi untuk Tahun Pajak berjalan maka tindak lanjutnya ditentukan
sebagai berikut:
1) | data
dan/atau informasi tersebut harus disimpan (sebagai bahan masukan untuk
profil Wajib Pajak) sampai dengan Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan
PPh untuk Tahun Pajak yang terkait dengan data dan/atau
informasi dimaksud; |
2) | setelah
Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk Tahun Pajak dimaksud,
Kepala UP2 Domisili harus melakukan penelitian atas data/informasi
tersebut dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak; |
3) | dalam
hal berdasarkan penelitian tersebut terdapat potensi pajak
maka terhadap Wajib Pajak dilakukan prosedur himbauan dan konseling; dan
|
4) | dalam
hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi himbauan
dan konseling sebagaimana dimaksud dalam angka 3), terhadap Wajib
Pajak dibuat analisis risiko untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan
ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran ini: |
|
b. | apabila
data dan/atau informasi yang diterima merupakan data dan/atau informasi
untuk tahun-tahun pajak sebelumnya maka tindak lanjutnya ditentukan
sebagai berikut:
1) | Kepala UP2 Domisili harus melakukan penelitian atas data/informasi tersebut dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak; |
2) | dalam
hal berdasarkan penelitian tersebut terdapat potensi pajak
maka terhadap Wajib Pajak dilakukan prosedur himbauan dan konseling; |
3) | dalam
hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya memenuhi himbauan
dan konseling sebagaimana dimaksud dalam angka 2) maka terhadap Wajib
Pajak dibuat analisis risiko untuk selanjutnya ditindak lanjuti dengan
ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran ini; |
|
c. | dalam
hal UP2 Domisili melakukan Pemeriksaan Khusus all taxes terkait
dengan adanya data dan/atau informasi dari UP2 Lokasi sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan huruf b, Kepala UP2 Domisili harus meminta
kepada Kepala UP2 Lokasi untuk melakukan Pemeriksaan Lokasi sepanjang
UP2 Lokasi belum melakukan pemeriksaan. |
|
13. | Usul Pemeriksaan Khusus dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 24 dan dilampiri dengan:
- Analisis risiko dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 24.1; dan
- Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko.
|
14. | Administrasi
terkait usulan Pemeriksaan Khusus, termasuk analisis risiko dan Risalah
Hasil Pembahasan Analisis Risiko dilakukan oleh Seksi Pemeriksaan. |
|
D. | TATA CARA PERSETUJUAN PEMERIKSAAN KHUSUS BOTTOM UP
1. | Persetujuan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Kepala Kanwil DJP. |
2. | Sebelum
memberikan persetujuan, Kepala Kanwil DJP harus melakukan penelitian,
evaluasi, dan seleksi atas usulan Pemeriksaan Khusus terutama menyangkut
hal-hal sebagai berikut:
a. | penelitian atas persyaratan formal usulan pemeriksaan seperti:
1) | ada atau tidaknya analisis risiko; |
2) | apakah analisis risiko telah sesuai dengan ketentuan; |
3) | ada atau tidaknya Risalah Hasil Pembahasan Analisis Risiko; |
4) | kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan; dan |
5) | terhadap Wajib Pajak telah dilaksanakan aktivitas himbauan dan konseling. |
|
b. | evaluasi terhadap potensi penerimaan yang ada dalam analisis risiko; |
c. | penelitian atas tunggakan pemeriksaan; |
d. | penelitian atas history pemeriksaan; dan |
e. | penelitian terhadap hal-hal lainnya yang terdapat dalam analisis risiko. |
|
3. | Hasil
penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 dituangkan
dalam Lembar Hasil Penelitian dan Evaluasi Analisis Risiko dengan
menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 25. |
4. | Berdasarkan
hasil penelitian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, Kepala
Kanwil DJP menentukan apakah usulan Pemeriksaan Khusus disetujui atau
ditolak. |
5. | Persetujuan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 26. |
6. | Penolakan atas usulan Pemeriksaan Khusus diterbitkan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 27. |
|
E. | TATA CARA INSTRUKSI PEMERIKSAAN KHUSUS TOP DOWN
- Instruksi
Pemeriksaan Khusus dapat diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan atau Kepala Kanwil DJP dan dilakukan dengan alasan sebagaimana
dimaksud pada huruf B angka 3 dan angka 4.
- Instruksi
Pemeriksaan Khusus karena analisis risiko secara manual yang dibuat
oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan diterbitkan berdasarkan usulan
dari Kepala Sub Direktorat di lingkungan Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan atau berdasarkan perintah dari Direktur Pemeriksaan dan
Penagihan.
- Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Kepala Kanwil DJP
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 3 diterbitkan
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 28.
-
Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
dengan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 4 butir a dan
butir b diterbitkan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan
pada Lampiran 29.
- Instruksi Pemeriksaan Khusus dari Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf B
angka 4 butir c dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan pada Lampiran 30 dan Lampiran 30.1.
|
F. | PEMERIKSAAN ULANG
1. | Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak. |
2. | Pemeriksaan Ulang dilakukan dengan alasan:
- terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang; atau
- berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
|
3. | Ruang
lingkup Pemeriksaan Ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak (all
taxes), beberapa jenis pajak atau satu jenis pajak (single tax). |
4. | Prosedur usulan Pemeriksaan Ulang pada KPP adalah:
a. | usul Pemeriksaan Ulang harus didasarkan pada analisis alasan Pemeriksaan Ulang; |
b. | analisis alasan Pemeriksaan Ulang dapat dibuat oleh:
1) | Account Representative dan disetujui oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi; |
2) | Fungsional Pemeriksa Pajak dan disetujui oleh Supervisor, |
selanjutnya disampaikan kepada Kepala KPP; |
c. | Kepala
KPP selanjutnya menugaskan Kepala Seksi Pemeriksaan membuat Nota
Dinas tentang Pembentukan Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang; |
d. | Tim
Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang membahas dan menentukan ada atau
tidaknya data baru, termasuk data yang semula belum terungkap; |
e. | Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang diketuai oleh Kepala KPP dan beranggotakan:
1) | Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi selain yang menangani Wajib Pajak yang bersangkutan: |
2) | Kepala Seksi Pemeriksaan; dan |
3) | 1 (satu) atau lebih Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak; |
|
f. | Pejabat
Fungsional Pemeriksa Pajak yang menjadi anggota Tim Pembahas
Usul Pemeriksaan Ulang sebaiknya menjadi bagian dari tim Pemeriksa Pajak
atas Wajib Pajak yang akan diusulkan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang
tersebut; |
g. | Tim
Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang membuat Risalah Hasil Pembahasan
Usul Pemeriksaan Ulang yang ditandatangani oleh Tim Pembahas Usul
Pemeriksaan Ulang; |
h. | hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang ditindaklanjuti sebagai berikut:
1) | dalam
hal usulan Pemeriksaan Ulang disetujui, Kepala KPP menyampaikan surat
usulan Pemeriksaan Ulang kepada Kepala Kanwil DJP yang dilampiri dengan
data baru, termasuk data yang belum terungkap, dan Risalah
Hasil Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang; |
2) | dalam
hal usulan Pemeriksaan Ulang tidak disetujui Risalah Hasil
Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang ditatausahakan oleh Seksi Pemeriksaan; |
3) | dalam
hal pada analisis alasan pemeriksaan ulang terdapat indikasi
tindak pidana perpajakan maka data yang dianalisis tersebut disampaikan
kepada Kanwil DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; |
|
i. | usul Pemeriksaan Ulang dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 31 dan dilampiri dengan:
1) | Analisis alasan Pemeriksaan Ulang dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 31.1; dan |
2) | Risalah Hasil Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 31.2. |
|
|
5. | Prosedur usulan Pemeriksaan Ulang pada Kanwil DJP adalah sebagai berikut:
a. | setelah
menerima usul Pemeriksaan Ulang dari Kepala KPP, Kepala Kanwil
DJP selanjutnya menugaskan Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang pada
Kanwil DJP melakukan pembahasan; |
b. | Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang diketuai oleh Kepala Bidang P4 dan beranggotakan:
1) | Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan; |
2) | Kepala Seksi Administrasi Penyidikan |
3) | 1 (satu) atau lebih Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak di Kanwil DJP; |
|
c. | pembahasan
yang dilakukan oleh Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang
terutama dilakukan untuk melakukan penelitian sebagai berikut:
1) | penelitian atas persyaratan formal usulan Pemeriksaan Ulang seperti:
a) | kebenaran
bahwa Wajib Pajak sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak
melalui pemeriksaan untuk Masa Pajak, Tahun Pajak dan jenis pajak yang
akan dilakukan Pemeriksaan Ulang; |
b) | kelengkapan
bukti pendukung dari data baru termasuk data yang semula belum
terungkap serta ringkasan hasil pemeriksaan sebelumnya; dan |
c) | kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan; |
|
2) | evaluasi terhadap potensi penerimaan; |
3) | penelitian atas tunggakan pemeriksaan; dan |
4) | penelitian atas history pemeriksaan; |
|
d. | hasil
pembahasan oleh Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang pada Kanwil
DJP dituangkan dalam Risalah Hasil Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang; |
e. | apabila
berdasarkan risalah hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Usul
Pemeriksaan Ulang pada Kanwil DJP menunjukkan bahwa usul Pemeriksaan
Ulang dari Kepala KPP:
1) | memenuhi
persyaratan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang maka Kepala Kanwil DJP
meneruskan usul tersebut kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 32, dan
dilampiri dengan analisis alasan Pemeriksaan Ulang dari KPP, Risalah
Hasil Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang KPP, dan Risalah Hasil
Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang Kanwil DJP sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran 32.1; |
2) | tidak
memenuhi persyaratan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang maka Kepala
Kanwil DJP menyampaikan surat penolakan untuk meneruskan usulan tersebut
kepada Kepala KPP pengusul dengan menggunakan formulir sebagaimana
ditetapkan pada Lampiran 33. |
|
|
6. | Prosedur usulan Pemeriksaan Ulang pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan
a. | setelah
menerima usul Pemeriksaan Ulang dari Kepala Kanwil DJP,
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menugaskan Tim Pembahas Usul
Pemeriksaan Ulang pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan untuk
melakukan pembahasan; |
b. | Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang diketuai oleh Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan dan beranggotakan:
1) | Kepala Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP Orang Pribadi; |
2) | Kepala Seksi Perencanaan Pemeriksaan WP Badan; |
3) | Kepala Seksi Strategi Pemeriksaan; |
|
c. | pembahasan
yang dilakukan oleh Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang
terutama dilakukan untuk melakukan penelitian sebagai berikut:
1) | penelitian atas persyaratan formal usulan Pemeriksaan Ulang seperti:
a) | kebenaran
bahwa Wajib Pajak sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak
melalui pemeriksaan untuk Masa Pajak, Tahun Pajak dan jenis pajak yang
akan dilakukan pemeriksaan ulang; |
b) | kelengkapan
bukti pendukung dari data baru termasuk data yang semula belum
terungkap serta ringkasan hasil pemeriksaan sebelumnya; dan |
c) | kesesuaian kode pemeriksaan dengan alasan pemeriksaan dan ruang lingkup pemeriksaan; |
|
2) | evaluasi terhadap potensi penerimaan; |
3) | penelitian atas tunggakan pemeriksaan; dan |
4) | penelitian atas history pemeriksaan; |
|
d. | dalam hal dipandang perlu Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang dapat mengundang unit pengusul; |
e. | hasil
pembahasan oleh Tim Pembahas Usul Pemeriksaan Ulang pada
Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dituangkan dalam Risalah Hasil
Pembahasan Usul Pemeriksaan Ulang sebagaimana ditetapkan pada Lampiran
34; |
f. | apabila
berdasarkan risalah hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Usul
Pemeriksaan Ulang di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan menunjukkan
bahwa usul Pemeriksaan Ulang dari Kepala Kanwil DJP:
1) | memenuhi
persyaratan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang maka Direktur Pemeriksaan
dan Penagihan meneruskan usul tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk diterbitkan persetujuan Pemeriksaan Ulang; |
2) | tidak
memenuhi persyaratan untuk dilakukan Pemeriksaan Ulang maka Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan menyampaikan surat penolakan untuk meneruskan
usulan tersebut dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran 35. |
|
|
7. | Persetujuan
untuk melakukan Pemeriksaan Ulang oleh Direktur Jenderal Pajak
dilakukan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 36. |
8. | Instruksi
Pemeriksaan Ulang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan
alasan terdapat data baru termasuk data yang semula belum terungkap atau
terdapat sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2, dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 37. |
|
G. | KETENTUAN LAIN-LAIN
- Kepala
Kanwil DJP melakukan evaluasi secara berkala atas hasil Pemeriksaan
Khusus yang dilakukan berdasarkan usulan dari Kepala KPP dengan
membandingkan antara potensi pajak terutang menurut usulan dari Kepala
KPP dengan pajak yang terutang menurut surat ketetapan pajak dan juga
realisasi pembayaran atas surat ketetapan pajak dimaksud.
-
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dapat melakukan evaluasi secara
berkala atas hasil Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan
instruksi Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau instruksi/persetujuan
Kepala Kanwil DJP, dengan membandingkan antara potensi dengan pajak
terutang menurut surat ketetapan pajak dan realisasi pembayaran
atas surat ketetapan pajak dimaksud.
|
| |
IV. | TATA CARA USUL PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN YANG BERASAL DARI PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN |
Dalam
hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
diusulkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1. | Usulan
Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan yang mengatur tentang Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
2. | Usulan
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disebabkan karena Wajib Pajak tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan/atau
Pasal 29 ayat (3a) Undang-Undang KUP, dilakukan apabila berdasarkan
data yang ada tim Pemeriksa Pajak tidak dapat menghitung penghasilan
kena pajak. |
3. | Usulan
Pemeriksaan Bukti Permulaan yang disebabkan karena selain yang dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang
KUP, disampaikan setelah tim Pemeriksa Pajak meyakini bahwa Wajib Pajak
diduga telah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. |
4. | Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu pemeriksaan dan jangka waktu perpanjangannya. |
5. | Dalam
hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
merupakan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan
Pemeriksaan Bukti Permulaan selain memperhatikan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 juga harus memperhatikan jangka waktu
penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
6. | Terhadap
usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut, keputusan persetujuan atau
keputusan penolakan harus diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan diterima oleh pejabat yang berwenang
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
7. | Dalam
hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dilakukan terhadap Wajib Pajak
yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP disetujui, tim
Pemeriksa Pajak harus membuat Laporan Kemajuan Pemeriksaan Yang
Ditingkatkan Menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan menggunakan
formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 38. |
8. | Tindak
lanjut atas pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan yang ditingkatkan mejadi Pemeriksaan Bukti Permulaan harus
memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk Menguji
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. |
|
| |
V. | LEMBAR PENUGASAN PEMERIKSAAN (LP2) DAN KODE PEMERIKSAAN |
A. | LEMBAR PENUGASAN PEMERIKSAAN (LP2)
1. | LP2 diterbitkan berdasarkan:
- Penugasan pemeriksaan/persetujuan pemeriksaan/instruksi pemeriksaan; atau
- Surat Permintaan Pemeriksaan Lokasi.
|
2. | LP2
bukan merupakan dasar dilakukannya pemeriksaan namun merupakan sarana
untuk melakukan pengawasan pemeriksaan. Dasar dilakukannya pemeriksaan
adalah penugasan/persetujuan/instruksi pemeriksaan atau Surat Permintaan
Pemeriksaan Lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a atau huruf
b. |
3. | Untuk
kepentingan pengawasan pemeriksaan, setiap Surat Perintah Pemeriksaan
baik untuk seluruh jenis pajak maupun untuk satu atau beberapa jenis
pajak harus memiliki LP2. |
4. | Surat
Perintah Pemeriksaan yang tidak harus memiliki LP2 hanya meliputi Surat
Perintah Pemeriksaan atas Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP). |
5. | Format LP2 terdiri dari tiga bagian yaitu Data Pemeriksaan, Data Penugasan, dan Data Pelaporan. |
6. | Data Pemeriksaan adalah data yang terkait dengan dasar dilakukannya pemeriksaan, yang meliputi :
- Nomor Pengawasan Pemeriksaan (Nomor LP2);
- Tahun Pajak Yang Diperiksa;
- Nama Wajib Pajak;
- Alamat Wajib Pajak;
- Nomor Pokok Wajib Pajak;
- Klasifikasi Lapangan Usaha;
- Kode Pemeriksaan dan;
- Unit Pelaksana Pemeriksaan.
|
7. | Data Penugasan adalah data yang menunjuk pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pemeriksaan, yang meliputi :
- Nomor Surat Perintah Pemeriksaan (SP2);
- Tanggal Surat Perintah Pemeriksaan (SP2);
- Tanggal Mulai Pemeriksaan; dan
- Susunan Tim Pemeriksa Pajak yaitu Supervisor, Ketua Tim, dan Anggota Tim.
|
8. | Data Pelaporan adalah data yang menunjukkan status dan hasil (kinerja) pemeriksaan, yang meliputi :
- Nomor dan Tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan;
- Jumlah jam Pemeriksaan dan;
- Hasil Pemeriksaan.
|
9. | Format LP2 secara terinci adalah dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 39. |
10. | Nomor
Pengawasan Pemeriksaan atau Nomor LP2 terdiri dari 15 (lima belas)
digit yang terbagi dalam 4 (empat) bagian dengan struktur sebagai
berikut :
0 0 0 A | . | B B T T B | . | 0 0 0 0 C | . | 0 0 0 0 D |
a. | Bagian A terdiri dari 3 (tiga) digit yang menjelaskan Kode Unit Pelaksana Pemeriksaan. |
b. | Bagian B terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan Kode Bulan dan Kode Tahun Penerbitan LP2 masing-masing 2 digit. |
c. | Bagian C terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan Kode Pemeriksaan. |
d. | Bagian
D terdiri dari 4 (empat) digit yang menjelaskan nomor urut LP2 yang
terbit di Unit Pelaksana Pemeriksaan yang bersangkutan dalam tahun
penerbitan LP2. |
|
|
B. | DAFTAR KODE PEMERIKSAAN
1. | Setiap
usulan pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan dan
alasan pemeriksaan yang sesuai dan dikonversikan dalam bentuk Kode
Pemeriksaan. |
2. | Kode
Pemeriksaan mencerminkan alasan dilakukannya pemeriksaan dan harus
dicantumkan dalam setiap penugasan/persetujuan/instruksi pemeriksaan. |
3. | Struktur Kode Pemeriksaan terdiri dari 4 (empat) digit dengan pengelompokkan sebagai berikut:
- Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup Pemeriksaan;
- Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan;
- Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan; dan
- Digit keempat menunjukkan Jenis Wajib Pajak yang diperiksa.
|
4. | Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup terdiri dari:
| 1 | --> | Semua Jenis Pajak (All Taxes) |
| 2 | --> | Pajak Pertambahan Nilai (PPN) |
| 3 | --> | Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan |
| 4 | --> | Pajak Penghasilan Pasal 25/29 |
| 5 | --> | Administrasi (Untuk Pemeriksaan Tujuan Lain) |
| 6 | --> | WP Lokasi |
| 7 | --> | Pajak Penghasilan Pasal 21/26 |
| 8 | --> | Pajak Penghasilan Pasal 23/26 |
| 9 | --> | Pajak Penghasilan Final |
| 0 | --> | Beberapa
Jenis Pajak (kode ini digunakan jika yang diperiksa adalah PPN dan PPh
Potput secara sekaligus atau seluruh kewajiban perpajakan cabang
dilakukan pemeriksaan). |
|
5. | Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan terdiri dari:
| 0 | --> | Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Kantor |
| 1 | --> | Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan |
| 2 | --> | Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan |
| 4 | --> | Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Komputerisasi dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan |
| 5 | --> | Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor |
| 9 | --> | Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan |
|
6. | Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan yang meliputi:
a. | Jika
Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan
Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Kantor (0), maka kode untuk digit ketiga
ditentukan sebagai berikut:
| 1 | --> | Perubahan Tahun Buku atau Metode Pembukuan oleh WP Go Public |
| 2 | --> | Likuidasi atau Penutupan Usaha oleh WP Go Public |
| 3 | --> | Penggabungan Usaha oleh WP Go Public |
| 4 | --> | Peleburan usaha atau Pengambilalihan usaha oleh WP Go Public |
| 5 | --> | Pemecahan usaha atau Pemekaran Usaha oleh WP Go Public |
| 7 | --> | SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar oleh WP Go Public |
| 8 | --> | SPT Lebih Bayar (LB) Restitusi/Kompensasi |
| 9 | --> | Revaluasi Aktiva Tetap oleh WP Go Public |
|
b. | Jika
Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan
Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan (1), maka kode untuk digit
ketiga ditentukan sebagai berikut:
| 1 | --> | Perubahan Tahun Buku atau Metode Pembukuan |
| 2 | --> | Likuidasi, Penutupan Usaha, atau Akan Meninggalkan Indonesia Selama-lamanya |
| 3 | --> | Penggabungan Usaha |
| 4 | --> | Peleburan usaha atau Pengambilalihan usaha |
| 5 | --> | Pemecahan usaha atau Pemekaran Usaha |
| 7 | --> | SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar (RTLB) |
| 8 | --> | SPT Lebih Bayar (LB) Restitusi/Kompensasi |
| 9 | --> | Revaluasi Aktiva Tetap |
|
c. | Jika
Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan
Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Komputerisasi dengan Jenis
Pemeriksaan Lapangan (4), kode digit ketiga ditentukan sebagai berikut:
| 1 | --> | Wajib Pajak Besar |
| 2 | --> | Wajib Pajak Menengah |
| 3 | --> | Wajib Pajak Kecil |
|
d. | Jika
Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan
Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual dengan Jenis
Pemeriksaan Lapangan (9), kode digit ketiga ditentukan maka:
| 1 | --> | terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan ketidakpatuhan Wajib Pajak (bottom up) |
| 2 | --> | analisis risiko manual selain karena permintaan WP (top down) |
| 3 | --> | laporan dan/atau pengaduan masyarakat hasil analisis Direktorat Intelijen dan Penyidikan (top down) |
| 4 | --> | analisis risiko karena Permintaan WP (top down) |
| 5 | --> | laporan dan/atau pengaduan masyarakat hasil analisis Kanwil DJP (top down) |
| 6 | --> | terdapat
data dan/atau informasi terkait dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Pasal 17C UU KUP dan Wajib Pajak Persyaratan Tertentu Pasal 17D UU KUP
(bottom up) |
| 8 | --> |
terdapat laporan dan/atau pengaduan Masyarakat terkait dengan
Wajib Pajak Kriteria Tertentu Pasal 17C UU KUP dan Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu Pasal 17D UU KUP (top down) |
| 9 | --> | Pemeriksaan Khusus dalam rangka pemeriksaan ulang. |
|
|
7. | Digit keempat menunjukkan Jenis Wajib Pajak yang meliputi :
| 1 | --> | Orang Pribadi |
| 2 | --> | Badan |
|
8. | Berdasarkan
struktur tersebut diatas, Kode Pemeriksaan untuk masing-masing kriteria
dan jenis pemeriksaan ditentukan sebagai berikut:
a. | Kode Pemeriksaan Rutin:
No | Alasan Pemeriksaan | Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor | Pemeriksaan Lapangan |
OP | Badan | OP | Badan |
1. | Perubahan Tahun Buku/Metode Pembukuan | | 0012 | 0111 | 0112 |
2. | Likuidasi atau Penutupan Usaha : a. Domisili b. Cabang | | 1022 0022 | 1121 0121 | 1122 0122 |
3. | WP OP Akan Meninggalkan Indonesia Selama-lamanya | | | 1121 | |
4. | Penggabungan Usaha | | 1032 | 1131 | 1132 |
5. | Peleburan usaha atau Pengambilalihan Usaha | | 1042 | 1141 | 1142 |
6. | Pemecahan Usaha atau Pemekaran Usaha | | 1052 | 1151 | 1152 |
7. | SPT Tahunan PPh Rugi Tidak Lebih Bayar | | 1072 | 1171 | 1172 |
8. | SPT Lebih Bayar: a. SPT Tahunan PPh Badan/OP (All Taxes) b. Masa PPN | 1081 2081 | 1082 2082 | 1181 2181 | 1182 2182 |
9. | Revaluasi Aktiva Tetap | | 1092 | 1191 | 1192 |
|
b. | Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara komputerisasi
No | Kriteria Pemeriksaan | Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor | Pemeriksaan Lapangan |
OP | Badan | OP | Badan |
1. | WP Besar | | | 1411 | 1412 |
2. | WP Menengah | | | 1421 | 1422 |
3. | WP Kecil | | | 1431 | 1432 |
|
c. | Kode Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual
No | Kriteria Pemeriksaan | Jenis Pemeriksaan |
Pemeriksaan Kantor | Pemeriksaan Lapangan |
OP | Badan | OP | Badan |
1. | Terdapat data dan informasi yang menunjukkan ketidakpatuhan WP a. All Taxes b. PPN c. P2PPh d. PPh Pasal 21/26 e. PPh Pasal 23/26 f. PPh Final g. Beberapa Jenis Pajak | | | 1911 2911 3911 7911 8911 9911 0911 | 1912 2912 3912 7912 8912 9912 0912 |
2. | Analisis Risiko Secara Manual Selain Karena Permintaan Wajib Pajak | | | 1921 | 1922 |
3. | Laporan dan Pengaduan Masyarakat Hasil Analisis Direktorat Intelijen dan Penyidikan | | | 1931 | 1932 |
4. | Analisis Risiko Secara Manual Karena Permintaan Wajib Pajak | | | 1941 | 1942 |
5. | Laporan dan Pengaduan Masyarakat Hasil Analisis Kanwil DJP | | | 1951 | 1952 |
6. | Terdapat
data dan/atau informasi terkait dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Pasal 17C UU KUP dan Wajib Pajak Tertentu Pasal 17D UU KUP a. All Taxes b. PPN | | | 1961 2961 | 1962 2962 |
7. | Terdapat
laporan dan/atau pengaduan terkait dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Pasal 17C UU KUP dan Wajib Pajak Tertentu Pasal 17D UU KUP a. All Taxes b. PPN | | | 1981 2981 | 1982 2982 |
8. | Pemeriksaan Khusus dalam rangka Pemeriksaan Ulang a. All Taxes b. PPN c. P2PPh d. PPh Pasal 21/26 e. PPh Pasal 23/26 f. PPh Final g. Beberapa Jenis Pajak | | | 1991 2991 3991 7991 8991 9991 0991 | 1992 2992 3992 7992 8992 9992 0992 |
|
d. | Kode Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
Kode Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi disesuaikan dengan Kriteria
Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, namun digit pertama dari setiap kode
pemeriksaan diganti dengan angka 6. Contoh :
a. | Wajib
Pajak badan Domisili diperiksa dalam rangka Pemeriksaan Rutin
- Pemeriksaan Lapangan Lebih Bayar (Kode 1182), maka kode pemeriksaan
WP Lokasi adalah 6182. |
b. | Wajib
Pajak badan Domisili diperiksa dalam rangka Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan Lapangan karena Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
(Kode 1922), maka kode pemeriksaan WP Lokasi adalah 6922. |
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar