Selasa, 27 Maret 2012

SE - 126/PJ/2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMERIKSAAN (AUDIT PLAN) UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR :  SE - 126/PJ/2010

TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMERIKSAAN (AUDIT PLAN)
UNTUK MENGUJI KEPATUHAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sesuai dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama. Salah satu bagian penting dalam persiapan pemeriksaan adalah penyusunan Rencana Pemeriksaan.
Rencana Pemeriksaan merupakan rencana kerja pemeriksaan yang disusun oleh Supervisor dan harus ditelaah serta disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) yang antara lain berisi identitas Wajib Pajak (WP), identitas Tim Pemeriksa Pajak, dan uraian rencana pemeriksaan.
Untuk memberikan pedoman tentang penyusunan rencana pemeriksaan, dengan ini diberikan Pedoman Penyusunan Rencana Pemeriksaan (Audit Plan) untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan sebagai berikut:

I. KETENTUAN UMUM
  1. Pemeriksa Pajak wajib menyusun Rencana Pemeriksaan.
  2. Rencana Pemeriksaan harus disusun oleh Supervisor secara cermat berdasarkan pertimbangan profesional.
  3. Rencana Pemeriksaan harus disusun sebelum Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) diterbitkan.
  4. Rencana Pemeriksaan disusun setelah mempelajari dan menganalisis data WP yang tersedia. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) sebagai pendukung Rencana Pemeriksaan.
  5. Rencana Pemeriksaan harus disusun untuk pemeriksaan seluruh jenis pajak/all taxes maupun pemeriksaan satu atau beberapa jenis pajak.
  6. Rencana Pemeriksaan harus disusun untuk pemeriksaan WP Domisili maupun pemeriksaan WP Lokasi.
  7. Rencana Pemeriksaan dapat diperbaiki atau diubah oleh Supervisor setelah SP2 diterbitkan apabila Pemeriksa Pajak menemukan kondisi yang berbeda antara Rencana Pemeriksaan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
  8. Perubahan Rencana Pemeriksaan tetap harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.
  9. Rencana Pemeriksaan dan Perubahan Rencana Pemeriksaan harus ditelaah dan mendapat persetujuan Kepala UP2.
II. PROSEDUR PENYUSUNAN RENCANA PEMERIKSAAN

1. Kepala UP2 harus membuat Nota Dinas Penunjukan Supervisor untuk menyusun usulan Rencana Pemeriksaan setelah menerima instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan atau Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) dengan menggunakan format pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
2. Nota Dinas Penunjukan Supervisor harus disertai dengan berkas WP yang diperlukan dalam penyusunan usulan Rencana Pemeriksaan, antara lain Surat Pemberitahuan (SPT), Laporan Keuangan minimal 2 (dua) tahun terakhir atau sesuai data yang tersedia, Profil WP, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebelumnya, dan data lain yang relevan.
3. Berkas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dirinci dalam Daftar Berkas Wajib Pajak Yang Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan, yang merupakan lampiran Nota Dinas Penunjukan Supervisor, dengan format sebagaimana pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
4. Berdasarkan nota dinas sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Supervisor menyusun KKP Identifikasi Masalah untuk menentukan pos-pos SPT atau turunannya yang akan diperiksa dan perlu dilakukan pengujian. KKP Identifikasi Masalah merupakan KKP Pendukung dari Rencana Pemeriksaan.
5. Penyusunan KKP Identifikasi Masalah sebagaimana dimaksud dalam angka 4 didasarkan pada data dan/atau informasi yang tersedia, antara lain:
a. KKP Perbandingan Data Keuangan Wajib Pajak minimal 2 (dua) tahun terakhir atau sesuai dengan data yang tersedia, yaitu:
1) dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pembukuan:
a) Neraca Komparatif; dan
b) Laba Rugi Komersial Komparatif dan/atau SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi Komparatif.
2) dalam hal Wajib Pajak menyelenggarakan pencatatan:
a) Harta dan Kewajiban Komparatif; dan
b) Peredaran Bruto Komparatif dan/atau SPT Tahunan Orang Pribadi Komparatif;
b. informasi dari Profil Wajib Pajak yang telah disusun oleh Account Representative;
c. LHP sebelumnya; dan/atau
d. data lain yang relevan yang meliputi alat keterangan, analisis risiko, hasil analisis dan pengembangan IDLP, dan/atau informasi intern dan ekstern yang tersedia.
6. Penyusunan KKP Identifikasi Masalah sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dilakukan dengan langkah-langkah antara lain sebagai berikut:
  1. lakukan analisis rasio data keuangan yang terkait dengan pos-pos SPT;
  2. lakukan analisis trend dan benchmark dengan industri atau perusahaan sejenis;
  3. lakukan ekualisasi antara pos SPT PPh Badan/Orang Pribadi dengan objek pajak lainnya; dan/atau
  4. lakukan analisis keterkaitan antara alat keterangan, analisis risiko yang dibuat oleh Account Representative, hasil analisis dan pengembangan IDLP, dan informasi intern dan ekstern yang tersedia.
7. KKP Identifikasi Masalah disusun dengan menggunakan format pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
8. Berdasarkan KKP Identifikasi Masalah, Supervisor menyusun Usulan Rencana Pemeriksaan.
9. Usulan Rencana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 antara lain berisi:
a. Identitas WP yang berisi gambaran umum WP;
b. Identitas Tim Pemeriksa Pajak yang berisi susunan tim dan jumlah SP2 yang sedang dikerjakan; dan
c. Uraian rencana pemeriksaan yang berisi:
1) Kriteria pemeriksaan, yang terdiri atas Pemeriksaan Rutin dan Pemeriksaan Khusus;
2) Jenis pemeriksaan, yang terdiri atas Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksaan Lapangan;
3) Ruang lingkup pemeriksaan, yang terdiri atas seluruh jenis pajak (all taxes), PPh Badan/Orang Pribadi, Pemotongan dan Pemungutan PPh, PPN, dan jenis pajak lainnya;
4) Identifikasi masalah, yang memuat resume dari KKP Identifikasi Masalah;
5) Tanggal selesai pemeriksaan adalah rencana tanggal batas akhir penyelesaian pemeriksaan, yaitu tanggal LHP yang harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku;
6) Tanggal jatuh tempo penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
7) Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pemeriksaan;
8) Sarana pendukung yang diperlukan dalam pemeriksaan, misalnya software audit tools, dan lain-lain;
9) Pos-pos SPT yang akan diperiksa:
a) yang dimaksud dengan pos-pos SPT yang akan diperiksa adalah pos-pos di dalam SPT atau pos turunannya yang ditentukan akan diperiksa baik SPT Masa maupun SPT Tahunan;
b) pos turunan adalah komponen atau elemen yang mendukung suatu pos, termasuk akun neraca;
c) dalam hal pemeriksaan meliputi beberapa atau seluruh jenis pajak, maka setiap jenis pajak harus diperiksa;
d) untuk jenis pajak PPh Badan atau PPh Orang Pribadi, pos Peredaran Usaha/Penghasilan Bruto harus diperiksa;
e) Pemeriksa dapat memilih pos turunan dari Pos Peredaran Usaha/Penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf d);
f) meskipun pemeriksa dapat memilih pos-pos yang akan diperiksa dalam setiap jenis pajak, pengujian atas keabsahan seluruh kredit pajak tetap harus dilakukan;
g) penentuan pos-pos SPT yang akan diperiksa didasarkan pada identifikasi masalah yang merupakan hasil analisis data keuangan dan data lainnya;
h) penulisan pos-pos SPT yang akan diperiksa dengan pos turunannya dipisahkan dengan garis miring (/). sebagai contoh:
(1) PPh Badan : Dalam hal Pemeriksa Pajak menentukan untuk memeriksa Penjualan Ekspor sebagai pos turunan dari Pos Peredaran Usaha, ditulis sebagai berikut : Peredaran Usaha/Penjualan Ekspor.
(2) PPh Pasal 23 : Dalam hal Pemeriksa Pajak menentukan untuk memeriksa objek PPh Pasal 23 atas Biaya Sewa Harta, ditulis sebagai berikut : Objek PPh Pasal 23/Sewa.
10) penentuan lokasi dan kewajiban perpajakan lokasi yang akan diperiksa berdasarkan hasil identifikasi masalah yang telah dilakukan.
10. Usulan Rencana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 harus disampaikan kepada Kepala UP2 paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Nota Dinas Penunjukan Supervisor diterima.
11. Kepala UP2 harus menelaah dan memberikan persetujuan atas usulan Rencana Pemeriksaan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah usulan Rencana Pemeriksaan diterima.
12. Kepala UP2 harus menerbitkan SP2 setelah usulan Rencana Pemeriksaan disetujui.
13. Dalam hal terdapat permintaan pemeriksaan WP Lokasi, Pemeriksa WP Domisili harus melampirkan salinan Rencana Pemeriksaan dalam surat permintaan pemeriksaan WP Lokasi sebagai dasar bagi Pemeriksa WP Lokasi dalam menyusun Rencana Pemeriksaannya.
14. Dalam hal Rencana Pemeriksaan yang dibuat oleh Pemeriksa WP Lokasi berbeda dengan Rencana Pemeriksaan WP Domisili, maka salinan Rencana Pemeriksaan WP Lokasi harus dikirimkan kepada Pemeriksa WP Domisili paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak disetujuinya Rencana Pemeriksaan WP Lokasi.
15. Rencana Pemeriksaan disusun dengan menggunakan format KKP sebagaimana pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
16. Contoh Identifikasi Masalah dan Rencana Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran VIA dan Lampiran VIB yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
III. PROSEDUR PENYUSUNAN PERUBAHAN RENCANA PEMERIKSAAN

1. Jika ditemukan kondisi yang berbeda antara Rencana Pemeriksaan dengan pelaksanaan pemeriksaan, Supervisor menyusun Usulan Perubahan Rencana Pemeriksaan.
2. Usulan Perubahan Rencana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berisi antara lain:
  1. Uraian rencana pemeriksaan yang diubah;
  2. Rencana pemeriksaan sebelumnya;
  3. Rencana pemeriksaan yang dimutakhirkan; dan
  4. Alasan perubahan.
3. Kepala UP2 harus memberikan persetujuan atas Usulan Perubahan Rencana Pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Usulan Perubahan Rencana Pemeriksaan diterima.
4. Dalam hal Kepala UP2 tidak menyetujui Usulan Perubahan Rencana Pemeriksaan, Kepala UP2 harus memberikan catatan/alasan pada formulir Perubahan Rencana Pemeriksaan dan pemeriksaan tetap dilanjutkan sesuai dengan Rencana Pemeriksaan sebelumnya.
5. Dalam hal terjadi Perubahan Rencana Pemeriksaan WP Domisili, maka Pemeriksa WP Domisili harus mengirimkan salinan Perubahan Rencana Pemeriksaan kepada Pemeriksa WP Lokasi, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah disetujuinya Perubahan Rencana Pemeriksaan WP Domisili, demikian pula sebaliknya.
6. Perubahan Rencana Pemeriksaan disusun menggunakan formulir KKP sebagaimana pada Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
7. Contoh Perubahan Rencana Pemeriksaan dapat dilihat pada Lampiran VIC yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
IV.  KETENTUAN PENUTUP

Sejak ditetapkannya Surat Edaran ini, semua ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang pemeriksaan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini.

Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di  Jakarta
pada tanggal 26 November 2010
Direktur Jenderal,

ttd.

Mochamad Tjiptardjo
NIP 195104281975121002


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak; dan
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar